Tuesday, February 5, 2013

Rhoma Di mata Dunia


Musik Dangdut adalah musik yang begitu berciri Indonesia. Dan setiap kali kita membicarakan mengenai musik Dangdut, tidak lepas dari nama sang raja Dangdut Rhoma Irama. Salah satu kutipannya yang terkenal, "Elvis saja bisa menjadi raja dengan gitarnya, saya juga bisa."

Lahir di Tasikmalaya sebagai anak bangsawan, tidak membuat Rhoma tumbuh menjadi pribadi yang tinggi hati. Dan hari ini, Riyan Arma ingin memberikan fakta unik seputar ayah dari pedangdut tampan Ridho Rhoma yang lahir 11 Desember 1946 itu. Tidak mau menyimak? sungguh TERLALU...^^

1. Rhoma Irama memang pantas disebut 'Raja' karena memang dirinya terlahir dengan gelar raden. Kedua orangtuanya adalah kaum bangsawan. Dan Rhoma adalah putra kedua dari 12 bersaudara! wow...

2. Nama Irama diberikan kepada Rhoma oleh ayahnya, Raden Burdah Anggawirya karena bersimpati dengan grup sandiwara asal Jakarta, Irama Baru yang pernah diundang menghibur pasukan di Tasikmalaya.

3. Melewati masa SMA di kota Solo, Rhoma mengalami masa pahit. Di mana dirinya menjadi pengamen jalanan dan ditampung di rumah seorang pengamen, Mas Gito.

4. Rhoma mendirikan Soneta Grup, grup orkes Melayu yang setia menemani aksi panggungnya pada 13 Oktober 1970.

5. Pergaulannya dengan musik, mempertemukannya dengan pimpinan band perempuan, Beach Girl yakni Veronica Agustina Timbuleng yang dia nikahi pada tahun 1972.

6. Rhoma pernah dilarang tampil di TVRI selama 11 tahun oleh pemerintahan jaman Orde Baru karena lagunya yang dianggap menyindir pemerintahan.

7. Semua uang yang dihasilkan dari filmnya disumbangkan untuk masjid, yatim piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung. Rhoma hanya menggunakan uang hasil penjualan kaset untuk kehidupan. Di mana sejeblok-jebloknya kaset Rhoma di pasaran, miniman terjual sampai 400ribu kopi per album, hebat....sungguh terlalu hebat...

8. Doktor Sosiologi Universitas Ohio, AS, William Frederick pada tahun 1985, dalam tesisnya menyebut Rhoma Irama adalah revolusioner musik Indonesia. Di mana jika di Amerika ada sosok Mick Jagger, maka Indonesia memiliki Rhoma Irama.

9. Akhir April 1994, Rhoma menandatangani MoU dengan perusahaan recording di Jepang, di mana 200 lagunya direkam dalam bahasa Inggris dan Jepang, serta diedarkan di dunia internasional. Sehingga MURI memasukkan nama Rhoma sebagai raja dangdut Indonesia, dan sebelumnya tahun 1985, Asia Week sudah menempatkan Rhoma sebagai raja musik Asia Tenggara, Bahkan Banyak Seniman Musik Dunia Yang Menjuluki Rhoma Irama Adalah The Legend Of Dangdut International.

10. Album Begadang masuk dalam 150 album terbaik sepanjang masa versi majalah Rolling Stones. Dia telah menciptakan lebih dari 800 lagu Dangdut dan mendapat predikat sebagai pencipta lagu Dangdut terlaris. Namanya diabadikan sebagai nama piala untuk 6 kategori permainan instrumen musik Dangdut.

Rhoma Irama adalah legenda hidup, setiap karya yang dia ciptakan adalah sebuah sejarah besar musik Indonesia. Rhoma sudah membanggakan Indonesia, jadi sebagai generasi baru di dunia musik, sudah sepantasnya kita memberikan penghormatan tinggi pada sosok Rhoma.

Pengakuan Iwan Fals Mengenai Sang Raja


" Saya ngga kenal dekat dengan Rhoma, tapi tahu dari media massa saja. Biarpun begitu saya punya pendapat, sebagai musisi Rhoma dicatat dalam peta musik Indonesia. Dari saya belum main musik dia sudah terkenal. Dia main musik bukan di Indonesia saja, tapi sudah sampai ke Jepang, Malaysia, Singapura, Brunei, Philiphina dan negara lain. Kemudian dia sukses mengatur rumah-tangga groupnya, sampai sekarang masih bergairah, dan dia juga berdakwah. Jalur musik yang dipilih Rhoma menurut saya tepat, apalagi sebagai media dakwah. Saya suka melihat teman lagi dengerin lagu Rhoma kelihatannya asyik sekali. Yang membuat asyik itu kan dakwahnya, tapi soal dangdutnya sendiri juga menarik. Rhoma bisa membuat lagu yang memang asyik untuk didengar orang dan masuk akal. Tidak seperti lagu-lagu dangdut lain yang pukulannya cuma begitu-begitu saja, sekalipun misalnya peralatannya ditambah.


Sosok Rhoma sendiri, menurut saya kelihatannya cukup berwibawa. Ya, Rhoma memang harus seperti itu, dia tidak boleh cengengesan dan itu juga untuk menjaga wibawanya. Yang jelas Rhoma itu orangnya bebas stress. Dalam melodi dan syairnya itu sudah ada. Kelihatannya dia memang begitu. Sebagai manusia kita akan tersentuh oleh lagu-lagu dakwahnya yaitu. Buat sementara orang, memang bukan hal baru, tapi secara mayoritas bisa dikatakan baru.
Rhoma memang asyik. Dia itu darah musik Indonesia. Saya juga ingat betul lagunya yang berjudul Begadang. Lagu itu menurut saya nilainya sama dengan nilai lagu kebangsaan kita seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri dan sebagainya. Bedanya lagu kebangsaan kita kan ada niatan dan dorongan, artinya ada lembaga yang mendorongnya, sementara lagu begadang kan tidak. Cuma bedanya lagu begadang tidak dilembagakan saja. Dan saya setuju kalau perjalanan hidup Rhoma dibukukan, itu betul.
Sampai saat ini saya belum pernah ketemu Rhoma. Tapi menurut saya, orang mau nonton pertunjukkannya sampai bertahun-tahun bertahan jelas ada alasannya. Dan sudah pasti mereka membeli kasetnya.

Grupnya Rhoma (Soneta Group), saya dengar salah satu grup musik di Indonesia yang memiliki peralatan sendiri yang lengkap. setiap manggung peralatannya selalu dibawa dengan konvoi kendaraan dalam partai besar. Manajemen musik seperti ini manajemen yg serius. Tapi ya dalam partai besar, Rhoma ya tetap Rhoma. Sebab band-band kecil dikampungpun juga punya panggung, komidi putar dan tarlingpun punya peralatan sendiri. Perbandingannya dengan pemusik lain yang pernah main dilapangan bola, punya penonton berjumlah ribuan dan punya alat sendiri, ya baru Rhoma. Dan sayapun sedang mengarah kesana (memiliki alat panggung sendiri). Karena kalau kita punya alat sendiri, sound sendiri, segala keinginan akan terpenuhi dengan sendirinya. Sehingga kita bisa tahu persis apa yang kita butuhkan. Lain halnya kalau kita sewa dirental, menggunakan panggung buatan orang lain, kita was-was, ngeri, ambruk nggak, nih? Ha ha ha. Tapi kalau punya sendiri sudah yakin, ngga ada apa-apa.
Itulah kelebihan Rhoma. Dia enak, kalau mau main ngga bingung. Hal-hal seperti inilah yang masih kita fikirkan sampai sekarang. Setiap pemusik kan selalu peka, sebab ini menyangkut nyawa pertunjukan.
Karena itu dia bisa menghidupi orang banyak, ya kan? Tidak cuma pemain musiknya yag punya kerjaan, tetapi juga penata panggung, penata cahaya, tekhnisi dan sebagainya. Selain itu, sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan dan skill Rhoma juga selalu tegar. Dia percaya sama orang lain, kalau tidak percaya bagaimana dia bisa mengatur orang lain. Menurut saya, itu karena dia punya kiblat, dan islam sebagai acuannya. Dia berani mencari uang sebanyak-banyaknya dan dia zakatkan juga. Rhoma juga punya kesempatan yang luar biasa, yang tidak semua orang punya dan itu dimanfaatkan benar.

Menurut saya Rhoma pandai menguasai publik. Buktinya setiap kali show tidak pernah terjadi kerusuhan. Soalnya menurut saya itu tadi, dakwah. Dakwah yang membatasi. Kalau difikir-fikir, bagaimana mau rusuh, ya..orang mau nonton Rhoma itu, ibaratnya orang yang mesti wudhu dulu..he..he..asyik kan.

Faktor lainnya, mungkin juga karena lagu-lagu Rhoma itu isinya tidak memancing emosi, beda dengan musik Metallica itu mengundang kerusuhan karena lagunya tidak dimengerti oleh pendengarnya. Kalau rock lokal itu rusuh mungkin juga karena tidak bagus kuwalitasnya. Selain itu sikap penguasa yang terlalu over akting juga bisa mengundang kerusuhan. Saya kira banyak unsurnya juga sih, untuk rusuh dan untuk tidak rusuh, yang tahukan yang bersangkutan. Tapi Rhoma berani mengutarakan dakwah itu merupakan keberanian, karena dakwah itu sendiri sesuatu yang luar biasa. Jadi dalam hal ini cuma ada dua pilihan, mau nonton apa tidak, mau didakwahin apa tidak. Kalau nonton ya pasti didakwahin, gitu aja.

Kerusuhan pada penonton Soneta-yang mau mendengarkan dakwah-mungkin kerusuhan batiniah. Lucu dong kalau nonton dakwah rusuh, berkelahi. Nanti penguasa malah bingung, lho dakwah kok rusuh..he..he..he

Terlepas dari itu, Rhoma memang punya kekuatan. Kalau tidak kuat mana mungkin dia bisa berdakwah. Tidak akan ada nada dan dakwah dan Rhoma tidak akan memilih tujuan dakwah itu. Memang saya akui itu bahwa Rhoma punya keberanian untuk itu, yaitu mencangkan kesadaran dan saya salut sekali itu. Tidak semua orang berani seperti itukan.

Usaha orang dalam mempertahankan hidup itukan luar biasa juga. Dan suatu hal yang tidak terfikir, seperti saya main gitar, lho kok bisa main gitar? Dimana letak nilasinya, padahal ahli moral dan ahli agama itu hanya orang yang pandai dan ini ada sesuatu yang menarik yang menantang dan menjanjikan sesuatu yang indah dan membahagiakan. Dan saya berani main musik itu karena dari Rhoma. Rhoma pernah ngomong waktu itu, segala sesuatu yang dari hati akan sampai ke hati. Pernah juga saya putar lagu-lagu Rhoma, yang tadinya saya tidak kenal itu malah jadi kenalan. Sewaktu-waktu saya dengar juga lagu-lagu itu di Cengkareng dan Condet. Hanya itu yang saya tahu tentang Rhoma.

Rhoma Irama itu milik masyarakat. Buktinya waktu dia kawin lagi orang ribut, pro kontra. Artinya mereka ambil perduli pada kehidupan pribadi Rhoma sekalipun. Peggemarnya geger. Saya tahu kalau Rhoma kawin lagi dan masyarakatpun tahu Rhoma kawin lagi, tapi itu tidak berpengaruh buat diri Rhoma. Yang berpengaruh ya karya Rhoma itu. Kalau karyanya jelek ya jadinya juga jelek dan itu bukan berarti mempengaruhi kehidupan pribadinya. Masyarakat juga tidak sebodoh itu. Kalau dibodohin mungkin iya, dan musik itu bukan barang mati kok. Kaset itu tidakbisa berubah-ubah.

Artinya persoalan ini tidak membuat Rhoma Irama menjadi kurus, sebab tidak ada pengaruhnya. Seandainya memang cerai masyarakat juga akhirnya berfikir. Rhoma sendiri punya alasan yang kuat. Masyarakat juga punya otak. Terhadap penjualan kaset Rhoma mungkin ada pengaruhnya, mungkin juga agak menurun. Karena masyarakat kecewa, karena seolah-olah Rhoma sewenang-wenang.

Dan saya rasa, untuk cerai itu Rhoma sudah melakukan peryeimbangan-pertimbangan yang luar biasa beratnya. Masyarakat bisa saja mengatakan kok cerai, kok cerai tapi pada saat mengalami mereka akan stress berat juga. Ya, kalau penggemar marah pada Rhoma itukan karena cemburu, kok bisa serius begitu. Tapi yang namanya penggemar itu kadang-kadang suka berlebih-lebihan, memberi kemenyan dan dupa. Padahal buat orang panggung ya panggung. Ini tidak, kelihatannya siapa yang punya versi besar akan dilihat secara beda. Saya tidak begitu, kayaknya kalau main di panggung Kantata Takwa itu besar, sedangkan pengamen jalanan tidak besar. Ini nggak benar. Padahal kalau dilihat secara moral mungkin lebih besar pengamen.

Kembali kesoal publik figur tadi, Rhoma dan penggemarnya memang tidak bisa dipisahkan. Seperti Iwan Fals misalnya, banyak yang mengkritik, Iwan Fals bicara tentang kemiskinan, tapi kehidupannya mewah. Menurut aku pendapat seperti itu wajar-wajar saja. Maksud omongannya itu tidak menyinggung dan tidak ada yang dirugikan. Seperti juga misalnya Iwan Fals ngamen cari perharian nih. Iwan Fals pake sendal jepit dan kaos oblong, padahal dia kan bisa beli jas, cari perhatian saja kan. Kalau kita perhatikan omongan-omongan seperti itu, saya lihat Rhoma punya kekuatan untuk menghadapinya..."

Saturday, February 2, 2013

Biografi Sang Raja Dangdut Rhoma Irama

 
Raden Oma Irama yang populer dengan nama Rhoma Irama lahir di Tasikmalaya, 11 Desember 1946, Pria ‘ningrat’ ini merupakan putra kedua dari empat belas bersaudara, delapan laki-laki dan enam perempuan (delapan saudara kandung, empat saudara seibu dan dua saudara bawaan dari ayah tirinya). Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya, seorang komandan gerilyawan Garuda Putih, memberinya nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara Irama Baru asal Jakarta yang pernah diundangnya untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Sebelum pindah ke Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah kakaknya, Haji Benny Muharam dilahirkan.

Sebelum pindah ke Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah kakaknya, Haji Benny Muharam dilahirkan. Setelah beberapa tahun tinggal di Tasikmalaya, keluarganya termasuk kakaknya, Haji Benny Muharam, dan adik-adiknya, Handi dan Ance, pindah lagi ke Jakarta lalu tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri, kemudian pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di sinilah mereka menghabiskan masa remaja sampai tahun 1971 lalu pindah lagi ke Tebet.

Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti setiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol, ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD, ia sudah bisa membawakan lagu-lagu Barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya, dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Lata Maagiskar. Selain itu, ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan Umm Kaltsum.

Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan seruling dan menyanyikan lagu-lagu Cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Selain itu, pamannya yang bernama Arifin Ganda suka mengajarinya lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil. Pengalamannya menyanyikan lagu-lagu India sewaktu masih sekolah dasar, lagu-lagu pop dan rock Barat hingga akhir 1960-an lalu beralih ke musik Melayu, menjadikan lagu dan musik yang dibawakannya di atas panggung lebih dinamis, melodis dan menarik.

Karena usia Rhoma dengan kakaknya Benny tidak berbeda jauh, mereka selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang lebih sering malas ikut mengaji di surau atau rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah ibunya bertanya apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ya. Ke sekolahpun mereka berangkat bersama-sama. Dengan berboncengan sepeda, keduanya berangkat dan pulang ke sekolah di SD Kibono, Manggarai.

Di bangku SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Dan uniknya, Rhoma tidak sama dengan murid-murid lain yang suka malu-malu di depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai ke kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-anak atau lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu India.

Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing Slamet karena melihat penampilan Rhoma yang mengesankan ketika menyanyikan sebuah lagu Barat dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari ketika Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.

Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Dengan usaha sendiri, ia belajar memainkan gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang sekolah, yang pertama dia cari adalah gitar. Begitu pula setiap kali ia keluar rumah, gitar hampir selalu ia bawa.

Pernah suatu kali, ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulahnya itu, ibunya merampas gitarnya lalu melemparkannya ke arah pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat sedih Rhoma karena gitar adalah teman nomor satu baginya.

Dalam perkembangannya dalam mendalami musik, Rhoma mulai menyadari bahwa meskipun ayah dan ibunya – pasangan berdarah ningrat – adalah penggemar musik, mereka tetap menganggap dunia musik bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan atau dijadikan sebuah profesi. Ibunya sering meneriakkan ‘berisik’ setiap kali ia menyanyi dan beranggapan bahwa musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma justru semakin berkembang dari luar rumah karena di dalam rumah ia kurang mendapat dukungan.

Sewaktu Rhoma masih kelas 5 SD tahun 1958, ayahnya meninggal dunia. Sang ayah meninggalkan delapan anak, yaitu, Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni, Herry, dan Yayang. Ketika kakaknya, Benny masih duduk di kelas 1 SMP, ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya, yang masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya ini membawa dua anak dari istrinya yang terdahulu dan setelah menikah dengan Ibu Rhoma, sang ibu melahirkan dua anak lagi.

biografi, rhoma irama, penyanyi, artis
Ketika ayah kandungnya masih hidup, suasana di rumahnya feodal. Sehari-hari ayah dan ibunya berbicara dengan bahasa Belanda. Segalanya harus serba teratur dan menggunakan tata krama tertentu. Para pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan Den (raden). Anak-anak harus tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, misalnya bermain hujan atau membolos sekolah.

Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya bila dibandingkan dengan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan mereka memiliki beberapa mobil seperti Impala, mobil yang tergolong mewah di zaman itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.

Namun, suasana feodal itu tidak lagi kental setelah ayah tiri-nya hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan dari ayah tiri inilah, di samping pamannya, Rhoma mendapat ‘angin’ untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat-alat musik akustik berupa gitar, bongo, dan sebagainya.

Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya dunia musik. Rhoma juga suka adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan, atau setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng sering tak terhindarkan.

Di Bukitduri tempat tinggalnya, hampir setiap kampung di daerah itu terdapat geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukit Duri Boys Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Dari Bukitduri Puteran, dan dari Manggarai banyak anak muda yang bergabung dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan selalu hampir terjadi setiap kali mereka bertemu.

Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah teman-temannya hampir selalu menjadikan Rhoma sebagai pemimpin. Tentu saja, bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma lah yang diharapkan tampil paling depan, untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali, Rhoma juga sering mengalami babak belur, bahkan pernah luka cukup parah karena dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.

Ketika ia masuk SMP, tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi, bagi Rhoma, ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing, karena sejak kecil ia sudah mendapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru silat lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan Cimande) pada Pak Rohimin di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga pernah belajar silat Sigundel di Jalan talang, selain beberapa ilmu silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng, para anggota geng saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.

Karena kebandelannya itulah maka Rhoma beberapa kali harus tinggal kelas, sehingga karena malu maka ia acapkali berpindah sekolah. Kelas Tiga SMP dijalaninya di Medan. Ketika itu ia dititipkan di rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian ia sudah pindah lagi ke SMP Negeri XV Jakarta.

Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Sewaktu bersekolah di SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di luar dan dalam sekolah membuatnya acapkali keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, St Joseph di Solo, dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.

Di masa SMA lah Rhoma sempat melewati masa-masa sangat pahit. Ia terpaksa menjadi pengamen di jalanan Kota Solo. Di sana dia ditampung di rumah seorang pengamen bernama Mas Gito. Sebenarnya, sebelum ‘terdampar’ di Solo, ia berniat hendak belajar agama di Pesantren Tebuireng Jombang. Namun, karena tidak membeli karcis, Rhoma, Benny kakaknya, dan tiga orang temannya, Daeng, Umar, dan Haris harus main kucing-kucingan dengan kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut ketahuan lalu diturunkan di tempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu Jogja. Dari Jogja, mereka naik kereta lagi menuju Solo.

Di Solo, Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolah diperolehnya dari mengamen dan menjual beberapa potong pakaian yang dibawanya dari Jakarta. Namun, karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus sampai akhirnya lulus tahun 1964. Ia kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas 17 Agustus, tapi hanya bertahan satu tahun karena ketertarikan Rhoma kepada dunia musik sudah terlampau besar.

biografi, rhoma irama, penyanyi, artis
Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.

Tahun 1972, ia menikahi Veronica yang kemudian memberinya tiga orang anak, Debby (31), Fikri (27) dan Romy (26). Tetapi sayang, Rhoma akhirnya bercerai dengan Veronica bulan Mei 1985 setelah sekitar setahun sebelumnya Rhoma menikahi Ricca Rachim – partner-nya dalam beberapa film seperti Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta Segitiga, Melodi Cinta, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar. Hingga sekarang, Ricca tetap mendampingi Rhoma sebagai istri.

Kesuksesannya di dunia musik dan dunia seni peran membuat Rhoma sempat mendirikan perusahaan film Rhoma Irama Film Production yang berhasil memproduksi film, di antaranya Perjuangan dan Doa (1980) serta Cinta Kembar (1984).

Kini, Rhoma yang biasa dipanggil Pak Haji ini, banyak mengisi waktunya dengan berdakwah baik lewat musik maupun ceramah-ceramah di televisi hingga ke penjuru nusantara. Dengan semangat dan gaya khasnya, Rhoma yang menjadikan grup Soneta sebagai Sound of Moslem terus giat meluaskan syiar agama.

 
Design by Fajri Alhadi | Published by Template Dyto Share.us | Download Film Terbaru
Sisi Remaja Ebook Teknisi Komputer